Uang Asmak II
Jika dengan cara pertama anda
kesulitan karena terbatasnya dana dan kemampuan membaca Alquran, anda dapat
menggunakan alternatif lain yang lebih mudah dengan cara:
1 Puasa 1 hari pada hari Kamis. 2 Sediakan 7 lembar uang dengan
nilai yang sama.3 Setiap satu lembar uang dibacakan Surat At-Thalaq 2 – 3
sebanyak 7 (tujuh) kali ulangan lalu ditiupkan.Untuk 7 lembar uang berarti 49
ulangan.
Wirid untuk mengasmak uang ini dilakukan setelah berbuka
puasa dan shalat mahrib. Selanjutnya, setiap lembar uang itu di sedekahkan
selama 7 hari berturut-turut, dimulai hari Jum’at hingga Kamis.
Lakukanlah pengasmakan uang ini
minimal tiga bulan sekali. Namun ada juga yang melakukannya bukan pada hari
Kamis, melainkan memilih pada hari kelahirannya. Seperti halnya kaidah yang
pertama, cara yang inipun menyeimbangkan antara amalan lisan dengan perbuatan.
Karena setelah uang disedekahkan, dalam keseharian itu anda disarankan untuk
membaca wiridnya minimal 7 (tujuh) kali ulangan.
Wirid yang diamalkan adalah Surat At-Thalaq ayat 2 – 3:
Wa may yat-taqil laaha yaj’al lahuu
makhrajaa, wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib, wa may yatawak-kal ‘alal laahi
fa huwa hasbuh, in-nal laaha baalighul amrih, qad ja’alal laahu likul-li
syai-in qadraa.
Bagaima reaksi dari amalan batin tentang uang asmak ini?
Berdasarkan pengalaman, jalan rezeki itu jauh lebih mudah. Dan dalam kondisi
yang sangat terdesak, ada saja cara Allah mencukupkan kebutuhan. Dan uniknya,
sebagaimana makna dari ayat yang dijadikan wirid, pertolongan itu datang dari
jalan yang tidak diduga-duga.
Terkadang pun sesekali terjadi, ada
uang misterius yang masuk kantong, tas atau laci meja yang disebut rezeki min
haitsu laa yahtasib (dari pintu yang tidak diduga-duga). Namun secara logika,
uang itu boleh jadi berasal dari uang kita juga yang semula nyelip. Namun
karena itu kita temukan disaat butuh, kesannya menjadi sangat berharga.
Namun jika datangnya uang misterius itu sangat sering dan tidak
masuk akal, jangan sekali-kali punya keyakinan bahwa uang itu berasal dari
khodam yang mencuri. Anda harus yakin bahwa itu berasal dari Allah SWT. Itu
rezeki sebagaimana Allah Yang Maha Pemurah mengirimkan makanan (buah-buahan)
pada perawan Maryam ketika dikurung dalam mihrabnya.
Uniknya, keajaiban dalam ilmu hikmah itu baru terjadi ketika kita
sudah tidak terlalu bernafsu (membutuhkan) dengan keuntungan-keuntungan yang
bersifat duniawi. Sebab, orang-orang yang diberi jalan keluar dari segala
persoalan dan rezeki dari pintu yang tidak terduga adalah mereka yang takwa dan
tawakal, sebagaimana tersebut dalam ayat yang menjadi amalan rutin itu, yang
artinya:
Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, tentu akan
diadakan-Nya jalan keluar baginya. Dan memberinya rezeki dari “pintu” yang
tidak diduga-duga olehnya. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, maka Ia
akan mencukupkan kebutuhannya. Bahkan sesungguhnya Allah pelaksana semua
peraturan-Nya. Dan Allah juga telah menjadikan segala-galanya serba berukuran.
Uang Asmak III
Cara lain bagi yang tidak mampu
dengan cara tersebut di atas, cukuplah dengan membaca Surat Al-Kahfi : 109 :
Qul lau kaanal bahru midaadal
likalimaati rab-bi lanafidal bahru qobla antanfada kalimaata rab-bii wa lau
jinaa bimitslihi madadaa.
Cara ini sering disebut dengan asmak “uang bibit”. Orang yang
berprofesi sebagai pedagang yang setiap saat butuh mengeluarkan uang untuk
belanja, lebih cocok dengan cara yang ke – 3 ini. Adapun cara riyadhah (laku
batin)-nya adalah, selama 10 malam membaca shalawat nabi sebanyak 1000 (seribu)
kali, dilanjutkan dengan surat Al-Kahfi ayat 109 sebanyak 100 (seratus) kali,
lalu ditiupkan pada sejumlah uang yang masih laku ditambah uang kuno
sebagaimana cara uang asmak ke-1.
Cara mengeluarkan uang dari dalam
peti pun sama seperti aturan yang berlaku pada cara ke – 1. Yaitu, dengan
prosentase : 2,5 presen – 10 presen. Bedanya cara yang ke- 3 ini, uang dalam
peti dapat digunakan untuk belanja yang tujuannya barang belanjaan itu akan
dijual kembali ( Jawa : kulakan )
Uang yang sudah diasmak, jika
dikeluarkan dari peti pun tetap harus diganti lagi dengan uang yang baru yang
belum diasmak. Dan yang mengamalkan cara ke – 3 ini masih memiliki tugas lain.
Yaitu, setiap kali hendak berangkat belanja, menghadap
kiblat membaca syahadat 3 kali. Menghadap utara membaca syahadat 3 kali,
menghadap timur membaca syahadat 3 kali, menghadap selatan membaca syahadat 3
kali, menghadap kiblat namun menengadah membaca syahadat 3 kali dan terakhir
menunduk dan membaca syahadat 3 kali.
Setelah itu berdoa semoga barang yang
akan dibeli nantinya diberi berkah oleh Allah SWT dan orang yang menerima uang
dari anda pun, diberi limpahan berkah.
Jadi, konsep dalam uang asmak, jangan ada niat untuk merugikan
pihak lain. Dengan menjalani ijazah uang asmak, justru kita disarankan banyak
bersedekah kepada fakir miskin, dan mendoakan orang lain diberkahi Allah SWT.
Segala prilaku baik membuahkan kebaikan pula. “Barangsiapa mengasihi yang di
bumi, yang di langit pun akan mengasihinya.”
Uang Asmak IV
Cara ini lebih praktis. Anda cukup memilih waktu yang
dianggap “hari baik” untuk bersedekah. Namun cara bersedekah itu agak unik,
yaitu, mengikuti jumlah “Sembilan”. Misalnya, Rp. 90,- Rp. 900,- Rp. 9.000,-
Rp. 90.000,- dan seterusnya, tergantung kemampuan anda.
Sejumlah uang yang dipilih untuk disedekahkan itu tidak
perlu diasmak, melainkan langsung disedekahkan kepada orang yang patut
menerima, secara terang-terangan, atau secara rahasia.
Mengenai hari yang dianggap baik itu tergantung selera.
Ada orang yang menganggap bersedekah yang paling baik pada hari Jum’at, namun
ada yang memilih hari kelahirannya berdasarkan kalender Jawa.
Bersedekah, menurut ajaran agama, yang paling baik
dilakukan secara rahasia atau sirri. Karena itu, ada yang memilih sedekah
kepada orang buta, atau mengirimkan uang itu (melalui pos) tanpa menyebutkan
dari siapa uang itu dikirim.
Hikmah melakukan sedekah rahasia amatlah besar. Bahkan para ahli
hikmah menyarankan, seseorang yang akan memulai suatu ritual batin, hendaknya
memulainya dengan bersedekah terlebih dahulu. Sedekah itu menjadi pendorong
lebih cepatnya sampai apa yang dicita-citakan.
by: Santo Sutawijaya